Sistem Rumah Tangga Daerah

Dalam  penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu urusan pemerintahan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan pemerintahan yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi lembaga negara tertinggi dan/atau lembaga tinggi negara.  Secara teoritis, persebaran urusan pemerintahan kepada daerah dapat dibedakan dalam 3 (tiga)  ajaran rumah tangga berikut :

a.       Ajaran formal

            Di dalam  ajaran rumah tangga formil (formele huishoudingsleer), tidak ada perbedaan sifat urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah pusat dan daerah otonom. Pada prinsipnya urusan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat hukum yang satu juga dapat dilakukan oleh masyarakat yang lain. Bila dilakukan pembagian tugas, hal itu semata-mata didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan praktis. Artinya, pembagian itu tidak karena materi yang diatur berbeda sifatnya, tetapi semata-mata karena keyakinan bahwa kepentingan-kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih berhasil diselenggarakan sendiri oleh setiap daerah daripada oleh pemerintah pusat. Jadi, pertimbangan efisiensilah yang menentukan pembagian tugas itu dan bukan disebabkan perbedaan sifat dari urusan-urusan yang menjadi tanggung jawab masing-masing.
            Di dalam ajaran rumah tangga ini, tidak secara apriori ditetapkan hal yang termasuk rumah tangga daerah. Isi dan macam urusan rumah tangga daerah sepenuhnya tergantung atas prakarsa atau inisiatif daerah yang bersangkutan. Dengan demikian, urusan rumah tangga daerah tidak diperinci secara nominatif di dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditemukan dalam suatu rumusan umum. Rumusan umum hanya mengandung prinsip-prinsipnya saja, sedangkan pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada prakarsa daerah yang bersangkutan. Batas-batas pelaksanaan urusan tergantung keadaan, waktu dan tempat. Pemerintah daerah dalam ajaran rumah tangga ini dapat lebih leluasa untuk bergerak, mengambil inisiatif, memilih alternatif, dan mengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan daerahnya. Walaupun keleluasaan  pemerintah daerah dalam sistem rumah tangga formil lebih besar, tetapi ada pembatasan, yaitu :
  1. pemerintah daerah hanya boleh mengatur urusan sepanjang urusan itu tidak atau belum diatur dengan undang-undang atau peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
  2. Bila negara atau daerah yang lebih tinggi tingkatnya kemudian mengatur sesuatu yang semula diatur oleh daerah yang lebih rendah, peraturan daerah yang lebih rendah tersebut dinyatakan tidak berlaku.
Secara positif, sistem urusan rumah tangga formil sudah memenuhi kriteria keleluasaan berprakarsa bagi daerah untuk mengembangkan otonomi daerahnya. Namun pada sisi lain, sistem ini tidak atau kurang memberi kesempatan kepada pemerintah pusat untuk mengambil inisiatif guna menyerasikan dan menyeimbangkan pertumbuhan dan kemajuan antara daerah yang kondisi dan potensinya tidak sama. Pemerintah pusat membiarkan setiap daerah berinisiatif sendiri, tanpa melihat kondisi dan potensi riil daerah masing-masing. Bagi daerah yang kondisi dan potensinya menguntungkan, keleluasaan dan inisiatif daerah akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang lebih cepat. Sebaliknya, bagi daerah yang kondisi dan potensinya kurang menguntungkan (minus, miskin, terpencil), keleluasaan tersebut daerah tidak akan mampu mengimbangi kendala yang dihadapinya. Oleh karena itu, intervensi pemerintah pusat untuk pemerataan dan memelihara keseimbangan laju pertumbuhan antar daerah diperlukan.

b.      Ajaran materiil

Dalam ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer), antara pemerintah pusat dan daerah terdapat pembagian tugas yang diperinci secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan setiap daerah hanya meliputi tugas-tugas yang ditentukan satu per satu secara nominatif. Jadi, apa yang tidak tercantum dalam rincian itu tidak termasuk kepada urusan rumah tangga daerah. Daerah yang bersangkutan tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur kegiatan di luar yang sudah diperinci atau secara apriori telah ditetapkan.

Rasio dari pembagian tugas ini didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa ada perbedaan tugas yang azasi dalam menjalankan pemerintahan dan memajukan kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat antara negara dan daerah otonom yang lebih kecil. Daerah otonom sebagai masyarakat hukum yang lebih kecil mempunyai urusan sendiri yang secara prinsipil berbeda dari negara sebagai kesatuan masyarakat hukum yang lebih besar dan berada di atasnya. Negara dan daerah otonom masing-masing mempunyai urusan sendiri yang spesifik.

Jika kita cermati, isi dan luas otonomi menurut ajaran rumah tangga ini sangat terbatas. Daerah tidak dapat melakukan sesuatu yang tidak termasuk dalam undang-undang pembentukannya. Segala langkah kerja daerah tidak dapat keluar dari ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam undang-undang. Daerah tidak dapat secara leluasa bergerak dan mengembangkan inisiatifnya, kecuali urusan-urusan yang sudah dipastikan menjadi urusan rumah tangganya, menurut tingkatan dan ruang lingkup pemerintahannya. Dengan demikian, ajaran rumah tangga ini tidak mendorong daerah untuk berprakarsa dan mengembangkan potensi wilayah di luar urusan yang tercantum dalam undang-undang pembentukannya. Padahal, kebebasan untuk berprakarsa, memilih alternatif dan mengambil keputusan justru merupakan prinsip dasar dalam mengembangkan otonomi daerah.

c.       Ajaran riil

Sistem ini nampaknya mengambil jalan tengah antara ajaran rumah tangga materiil dan formil dengan tidak melepaskan prinsip sistem rumah tangga formil. Konsep rumah tangga riil bertitik tolak dari pemikiran yang mendasarkan diri kepada keadaan dan faktor-faktor yang nyata untuk mencapai keserasian antara tugas dengan kemampuan dan kekuatan, baik yang ada pada daerah sendiri maupun di pusat. Dengan demikian, pemerintah pusat memperlakukan pemerintah daerah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pusat.

Di dalam ajaran rumah tangga riil dianut kebijaksanaan bahwa setiap undang-undang pembentukan daerah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga daerah yang dinyatakan sebagai modal pangkal dengan disertai segala atributnya berupa kewenangan, personil, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaan. Dengan modal pangkal itu, daerah yang bersangkutan mulai bekerja, dengan catatan bahwa setiap saat urusan-urusan tersebut dapat ditambah sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan daerah yang bersangkutan.

Ada beberapa keuntungan apabila ajaran rumah tangga ini diterapkan, antara lain :
  1. sistem ini memberikan kesempatan kepada daerah untuk menyesuaikan pelaksanaan otonomi dengan daerahnya masing-masing;
  2. sistem ini berlandaskan kepada faktor-faktor yang nyata di daerah dan memperhatikan keadaan khusus daerah;
  3. sistem ini mengandung fleksibilitas tanpa mengurangi kepastian sehingga daerah bebas berprakarsa mengembangkan modal pangkal yang sudah ada dengan memperoleh bimbingan/pembinaan tanpa melepaskan pengawasan pusat;
  4. sampai seberapa jauh pemerintah pusat melakukan pembinaan dan campur tangan terhadap daerah tergantung kepada kemampuan pemerintah daerah itu sendiri;
  5. prakarsa untuk mengembangkan urusan di luar modal pangkal dapat juga dilakukan, asal tidak bertentangan dengan atau belum diatur oleh pusat atau daerah yang tingkatannya lebih tinggi;
  6. sistem ini memperhatikan pemerataan dan memelihara keseimbangan laju pertumbuhan antar daerah.
Bila dicermati, sesuai UUD 1945 Sistem Rumah tangga Daerah menurut Bagir Manan, (1994) adalah sebagai berikut:
  1. harus menjamin keikutsertaan masyarakat (rakyat) dalam penyelenggaraan pemerintahaan daerah baik dalam bidang pengaturan maupun pengurusan rumah tangga daerah. Ini dicerminkan dengan perwakilan permusyawaratan yang diselenggarakan oleh DPRD
  2. Pada dasarnya urusan rumah tangga daerah bersifat asli, bukan sesuatu yang diserahkan oleh satuan pemerintahan yang lebih tinggi (atas). Pemerintah daerah harus banyak berinisiatif dan mengembangkan urusannya sendiri, tidak menunggu penyerahan dari atas (Pemerintah Pusat) ataupun Pemerintah Provinsi.
  3. Sistem Rumah Tangga harus memberi tempat bagi prakarsa (inisiatif) sendiri dari daerah-daerah untuk mengatur berbagai kepentingan atau hal-hal yang dianggap penting bagi daerah.
  4. Rakyat diberi kebebasan untuk mengatur dan mengurus segala kepentingan.
  5. Urusan Rumah tangga daerah berbeda-beda antara daerah satu dengan daerah lainnya, sesuai keadaan dan kebutuhan setempat. Contoh dalam hal ini adalah ketersediaan Dinas-dinas yang ada di Kabupaten/Kota yang satu berbeda dengan Kabupaten/Kota lainnya.
  6. Setiap bentuk campur tangan Pemerintah Pusat atas urusan rumah tangga tidak boleh mengurangi kemandirian daerah, oleh karena itu sistem rumah tangga harus mencerminkan kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hubungan desentralistik.
  7. Sistem Rumah tangga daerah harus ditujukan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial. 
  8. Sistem Rumah tangga daerah harus memberi tempat Pemerintah Pusat untuk mmpengaruhi urusan rumah tangga daerah demi menjamin pemerataabn keadilan dan kesejahteraan sosial. Contoh dalam hal ini adalah banyaknya lembaga atau perwakilan pemerintah pusat di daerah
Previous
Next Post »

Tulisan ini adalah sebagai bahan tutorial Mahasiswa Universitas Terbuka. Terbuka bagi pembaca khususnya mahasiswa untuk memberikan kritik dan saran terutama tentang teknik penulisan.

EmoticonEmoticon