Perencanaan Kota: Beberapa Model Klasifikasi Kota menurut Ahli

Kota Surabaya
Kota adalah keseluruhan unsur-unsur bangunan, jalan dan sejumlah manusia di suatu tempat tertentu. Unsur-unsur ini merupakan suatu kesatuan, dan saling terkait antara satu dengan lain. Keterkaitan ini memberikan corak dalam kehidupan manusianya, yaitu dalam cara hidupnya dan sikap mentalnya. (Sandy, 1978).

Kota sendiri merupakan suatu proses pertumbuhan. Jadi sebelum unsur-unsur bangunan, jalan dan sejumlah manusia di atas mencapai tingkat tertentu maka wilayah tersebut belum bisa disebut kota. Batasan jumlah penduduk bermacam-macam yang digunakan. Parameter jumlah penduduk Doxiadis (dalam Bintarto, 1984) adalah seperti termuat dalam daftar beriukut:



Kelompok
Jumlah Penduduk
1.
  Infant town 
       5.000 - 10.000
2.
  - Adolescent township
  - Mature township
  - Specialized township
     10.000 - 50.000
3.
  - Adolescent town
  - Mature town
  - Specialized town
  - Adolescent city
    100.000 - 1.000.000
4.
  Metropolis
       > 10.000.000


Doxiadis melakukan pembagian jenis kota dari perkalian jumlah penduduknya. Sebagian perkembangan pemukiman didasarkan dari pertambahan jumlah penduduk sekitar enam kali jumlah penduduk jenis sebelumnya,contoh dari Neighborhood ke Small Town, dari Small Town ke Town dan selanjutnya ke Large City. Ada juga pertambahan penduduk sampai tujuh kali untuk mencapai tingkatan aglomerasi berikutnya contohnya, dari Metropolis ke Conurbation, dan dari Megalopolis ke Urban Region. Tidak diketahui apakah kenaikan jumlah penduduk dari batas bawah berarti jenis pemukimannya meningkat, misalnya pemukiman dengan jumlah penduduk 100 akan masuk dwelling group atau sudah masuk dalam small neighborhood.

Pembagian jenis pemukiman dari jumlah penduduk menurut N.R. Saxena menjawab ketidak pastian dalam pembagian Doxiadis. Saxena membagi dalam empat kelompok besar, namun jika ditinjau secara matematis maka pertambahan penduduk tidak terlalu jelas alasannya. Dari Infant town ke kelompok Adolescent township pertambahannya empat kali lipat. Sedangkan ke kelompok selanjutnya, kelompok Adolescent town, pertambahannya 16 kali dan ke kelompok terakhir, kelompok Metropolis hanya sepuluh kali. Berikut ini daftar klasifikasi perkotaan menurut jumlah penduduk oleh Saxena

Kelompok
Jumlah Penduduk
1.
  Infant town
      5.000 - 10.000
2.
  - Adolescent township
  - Mature township
  - Specialized township
    10.000 - 50.000
3.
  - Adolescent town
  - Mature town
  - Specialized town
  - Adolescent city
   100.000 - 1.000.000
4.
  Metropolis
Lebih dari 10.000.000


Pembagian kota dari jumlah penduduk bukan saja terbatas pada kedua pendapat di atas ini. Pembagian kota juga dilakukan oleh beberapa negara untuk menentukan jenis kota. Di Jepang batasan kota adalah jumlah penduduk di atas 30.000 jiwa, di negeri Belanda 20.000, untuk India, Belgia dan Yunani angka 5.000 menjadi batasan kota. Sedangkan Meksiko dan Amerika Serikat menggunakan angka 2.500. Demikian seterusnya hingga yang paling kecil di Islandia sebesar 300 jiwa dan lebih. Demikian dikemukakan Noel P. Gist dan L.A. Halbert dalam Bintarto (1983).

Penggunaan jumlah penduduk lebih bertujuan untuk membedakan antara apa yang disebut kota dan apa yang disebut desa. Pembagian ini tidak menunjukan kepadatan, perbedaan budaya, perbedaan pemanfaatan teknologi. Pembagian selain dari angka ini disebut pembagian non-numerik. (Bintarto, 1983:37). Jadi selain pembagian kota secara numerik juga bisa dilakukan dari segi lainnya seperti bangunan dan jalanan.


Bangunan dan jalan pun menjadi suatu tolok ukur dalam pembatasan daerah kota atau urban. Pembatasan ini menghasilkan kawasan terbangun, jenis penggunaan tanah perkotaan (sebagai lawan dari pedesaan). Sandy (1978) mengemukakan model perkotaan berdasarkan antara lain jaringan jalan dan kawasan terbangun, baik yang teratur maupun yang tidak teratur (terencana). Kajian kawasan terbangun dengan jaringan jalan menghasilkan persebaran perkotaan atau urban sprawl.
 

Jadi dilihat dari berbagai ukuran perkotaan merupakan suatu proses dengan perubahan yang terus menerus terjadi. Perubahan inilah satu-satunya yang konsisten dalam perkotaan. Klasifikasi dan pemahaman atas proses perubahan ini yang menjadi perhatian para peneliti perkotaan. Perubahan kota, sejak terbentuknya, jika diukur dari jumlah penduduk, selalu mengalami perubahan yang bertingkat, dalam ukuran kecil melalui proses pelebaran, penambahan atau pembongkaran. Perubahan seperti ini bisa dilihat sebagai suatu cerminan proses urbanisasi dimana struktur kota secara menyeluruh tidak terpengaruhi (Hall, 1998).


Bacaan:
Henny febryani et al, 2009
Tugas Mata Kuliah Geografi  
Jurusan Geografi Universitas Negeri Padang 



Previous
Next Post »

Tulisan ini adalah sebagai bahan tutorial Mahasiswa Universitas Terbuka. Terbuka bagi pembaca khususnya mahasiswa untuk memberikan kritik dan saran terutama tentang teknik penulisan.

EmoticonEmoticon